Perempuan Yang Membuatku Jatuh
Pada akhirnya, dia perempuan yang membuatku kembali melihat warna-warna cinta. Rasa itu datang tiba-tiba. Entahlah, 2016 lalu setelah kepergian seseorang yang teramat berarti untukku, aku sangat-sangat hancur. Perih, pahit, sakit. Tidak dapat aku gambarkan secara jelas, bagaimana rasanya. Mungkin hanya kamu yang pernah merasakannya saja yang akan mengerti. Setelah kejadian itu, enam bulan lamanya aku selalu mengurung diri dalam kamar. Semua temanku nampak jelas melihat perubahan. Dan enam bulan sisanya, akhirnya aku mau di ajak keluar. Ya, berkat mereka. Teman-teman masa kecilku. Betul, satu tahun lamanya aku baru bisa sembuh dari sakit itu. Aku berjanji pada diri sendiri, tidak akan lagi memerankan satu karakter dalam kisah itu. Namun kini, saat ini, dia datang.
LH
Inisial namanya. 5 April lalu aku mengenalnya di sebuah aplikasi media sosial. Awal yang tidak ada sama sekali niat untuk ingin mengenalnya. Namun sebagai rasa hormat perkenalan dalam sebuah aplikasi itu, aku mengirimkannya pesan, “terima kasih.” tanpa basa-basi lain di belakangnya.
Beberapa jam berlalu, dia membalas. Sangat sopan, dan mempersilakan, yang akhirnya membuatku tertarik untuk menyuguhkan beberapa pertanyaan. Ini yang ABG jaman dulu kenal sebagai PDKT.
Singkat kisah aku mendapatkan kontaknya. Kami melanjutkan chating di aplikasi yang berbeda. Dan untuk pertamakalinya, setelah jeda enam tahun itu, aku akhirnya kembali memulai chating dengan seorang perempuan. Ketika itu, aku benar-benar tidak ada rasa apapun padanya. Hanya sebatas perkenalan biasa.
Seiring waktu berjalan, lambat laun aku mulai penasaran tentangnya. Tentang keluarganya, tentang latar belakangnya, bahkan sampai tentang masa lalunya, aku kupas sedemikian waktu. Yang membuatku luluh, dia berani jujur padaku, yang bahkan masih sangat asing untuknya. Dan yang membuatku jatuh, dia mengirimkan pesan, “aku merasa percaya padamu.”
Sejak detik itu, akhirnya perasaan ini tumbuh rasa nyaman. Nyaman ketika bercerita dengannya. Warna-warna yang nampak pudar, kini semakin cerah. Ada rasa bahagia ketika chating dengannya. Sampai sini, masih belum ada perasaan lain padanya, selain rasa nyaman itu.
Hingga satu ketika di mana aku mulai berpikir, bahwa aku memang harus memulainya kembali. Memulai untuk mengenal beberapa perempuan lagi. Terbukti ketika aku chat dengannya (LH), ada rasa yang beda ketika menjalani segala kegiatan. Terlebih dengan aktifitas kerjaku di pabrik yang saat ini masih mempertahankan ku sebagai karyawan.
Singkatnya, aku kembali mulai dengan mencoba memberanikan diri mengirim pesan ke beberapa perempuan lain di media sosial. Beberapa di antaranya mulai nyambung, dan berhasil melakukan chating di aplikasi yang berbeda.
Waktu demi waktu, hari kian hari berlalu. Ketika itu aku mulai menyeleksi di antara mereka, siapa yang akhirnya membuat hatiku kembali terbuka setelah enam tahun lamanya aku tutup tanpa kuizinkan melihat dunia. Kamu tahu siapa? Hatiku memilih dia (LH). Entah perasaan apa yang tiba-tiba secepat ini tumbuhnya. Aku mulai suka padanya.
Waktu terus berjalan, aku mulai mengabaikan beberapa pesan dari perempuan lain yang sebagaimana menjadi bagian seleksiku pada awalnya. Beberapa di antara mereka, ada juga yang memiliki perasaan sama, seperti aku punya perasaan pada LH. Perempuan itu terlalu agresif, dan sangat berani. Suatu saat perempuan itu (bukan LH) mengirim pesan padaku, “jangan pernah bikin nyaman, kalo akhirnya kamu acuh dan mengabaikan. Sakit tau! Di buat satu pengharapan, tanpa ada jawaban. Kamu kenapa si? Mulai males sama aku? Gak pernah lagi mau bales. Ada yang baru?” begitu bunyi pesannya.
Ha’? Ada yang baru. Detik itu pikiranku mulai berputar-putar mencerna pesan dari perempuan itu (bukan LH). Aku semakin keras berpikir, ‘apanya ada yang baru?’ sedang aku dan perempuan itu memang tidak ada ikatan apapun.
Aku hanya membuka pesan dari perempuan itu. Bingung untuk menanggapi. Adapun pesan dari perempuan lainnya. Aku tidak minat lagi. Begitu LH yang mengirimkan sebuah pesan, aku tersenyum. Segera ku balas pesannya dengan rasa senang.
Beberapa bulan sudah di lewati. Perasaan ini sangat cepat menumbuhkan rasa pada LH. Entah kenapa? Muncul suka, datang rasa sayang. Aku jatuh cinta padanya. Kami bahkan belum pernah bertatap muka. Perasaan ini sangat sangat kontras. Kurang jelas. Ambigu, tidak wajar. Tapi jika bicara soal hati, tidak banyak orang yang mampu mengerti. Ini sulit di jelaskan. Aku, tetap dengan hatiku. Aku jatuh cinta.
Aku sering memperlakukan LH layaknya permaisuri. Layak ratu di istana kisah ku. Namun LH nampak tidak peka. Atau mungkin dia tahu, hanya saja pandai menyembunyikan sesuatu dariku. Ya, LH adalah perempuan cerdas. Dia tidak polos.
Singkat cerita, perasaan ini semakin menjadi. Aku mulai tumbuh rasa curiga padanya. Curiga yang seharusnya tidak tumbuh dalam akalku. Curiga yang tidak perlu ada dalam benakku. Curiga ketika aku mendapati dia dalam aplikasi tukar pesan dengan status online, namun pesan dariku sama sekali belum dia buka.
Aku mulai berpikir yang bukan-bukan. Berpikir jika LH sedang asyik chating dengan orang lain. Berpikir jika LH telah mendapatkan teman chating baru. Jujur, saat itu hatiku sakit. Aku mulai berlagak cuek atas pesan-pesan darinya. Aku mulai mengunggah-unggah story, hanya ingin dia mengerti bahwa ada aku di sini. Tetap saja, dia tidak merasa jika unggahan-unggahan story itu mengarah untuknya. Tetap saja, acuhnya aku tidak membuatnya bertanya “kenapa?” kamu tahu, hatiku semakin sakit. Sial, rasa ini hadir lagi. Aku kembali teringat sakitnya. Sakit di enam tahun lalu saat perempuan yang aku pilih, pergi meninggalkanku.
Ini tidak bisa aku biarkan. Jangan! Akhirnya aku berhenti memberikan LH sebuah kode-kode story, dan kode acuhnya aku. Aku mulai memberanikan diri untuk bertanya “kamu lagi chat sama siapa? Hehe. Maaf aku kepo.”
Kamu tahu, dia balas pesannya apa? Dia mengirimkan screenshot chatingnya dengan begitu banyak pria-pria yang mengirimkannya sebuah chat. Satu sisi aku rapuh. Aku cemburu. Aku sakit. Di sisi lain, aku sangat menghargai niat kejujurannya. “wah banyak banget cowok yang chat. Haha” begitu balasku.
Tetap saja, dia tidak paham aku yang sedang cemburu. Atau sekali lagi, dia hanya menyembunyikan pemahaman itu padaku. Hari demi hari aku tetap berusaha tegar. Aku tetap menyapanya, menyambutnya, pagi, siang, malam, pesanku tak pernah hilang untuknya. Di saat itu, pikiranku hanya fokus pada pendirian sendiri. Aku mampu bersaing dengan banyak orang yang menyukainya. Tapi aku tak mampu bersaing dengan satu orang pilihannya. Aku akan mundur jika memang itu yang terjadi.
Namun tetap saja. Aku tidak bisa bertahan selamanya. Dia semakin acuh sekarang. Tidak se-asik dulu ketika kami saling berbagi cerita. Dan sampai pada puncaknya, akhirnya aku memberanikan diri ungkap rasa. Melalui pesan suara aku berkata, “Aku mencintaimu. Terserah, kamu mau menyikapinya seperti apa? Terserah, kamu mau menanggapinya bagaimana? Yang jelas, aku sudah jujur dengan perasaan ini. Aku menyukaimu, aku jatuh cinta padamu.”
Sampai detik ini. Belum ada jawaban yang sampai di mataku. Belum ada jawaban yang terdengar di telingaku. Malah aku mendapati LH semakin acuh. Tidak lagi bertanya-tanya tentangku, tentang aku yang sedang apa, tentang aku lagi di mana. Tidak lagi. Tidak seperti awal kenal lagi.
Lalu aku teringat akan pesanku padanya, pada LH. Aku pernah mengingatkannya seperti ini, “jika kamu mulai suka dengan seseorang, atau kemungkinan kamu telah berstatus pacaran. Tolong jangan respon baik pesanku lagi. Atau lebih bagus, kau abaikan saja pesanku jika kau tak mampu untuk berterus terang, dan berpikir akan melukai hatiku. Paling tidak aku dapat mengerti, bahwa kau tidak lagi sendiri.”
Sampai detik ini. Kami masih saling bertukar pesan. Aku masih dengan perasaan yang sama. Dan LH masih dengan sikapnya yang sama. Namun aku tidak akan lagi seperti dulu. Aku akan membatasi perasaan ini. Sebab aku mulai takut. Takut jika perasaan ini tumbuh semakin besar, dan semakin besar, bahkan semakin besar lagi. Aku takut, sakitnya tidak lagi mudah sembuh. Aku takut sakitnya berlarut-larut. Cukup masalalu itu saja, jangan ada lagi saat ini.
Dan sampai detik ini, 28 September 2021, aku berjanji pada diri sendiri, tidak akan lagi menyambutnya dengan suka hati. Pesanku akan hilang. Kabarku akan pudar. Tanyaku, sapaku, sambutku, akan aku simpan. Sendirian.
Bekasi, 28 September 2021
Rizky Imanul
#sadtember
Komentar
Posting Komentar